Perkuat Sinergi Regional, Bareskrim Polri Hadiri Pertemuan Strategis di Kantor PICACC Filipina

Quezon City, Filipina — Dalam upaya memperkuat kerja sama lintas negara dalam menangani eksploitasi seksual anak berbasis internet, Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA dan PPO) Bareskrim Polri menghadiri pertemuan resmi di markas baru Women and Children Protection Center (WCPC), Camp BGen Rafael T Crame, Quezon City, Selasa (15/7/2025).
Pertemuan ini berlangsung di kantor Philippine Internet Crimes Against Children Center (PICACC), pusat koordinasi penanganan kejahatan terhadap anak di dunia digital yang dibentuk pada tahun 2019. Acara tersebut turut dihadiri perwakilan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Liaison Officer dari Australian Federal Police (AFP), Divhubinter Polri, Dittipid Siber, serta jajaran kepolisian Filipina dan mitra internasional lainnya.
PICACC dikenal sebagai lembaga lintas negara yang dibentuk melalui kolaborasi antara Kepolisian Nasional Filipina (PNP), Biro Investigasi Nasional (NBI), Kepolisian Federal Australia (AFP), Badan Kejahatan Nasional Inggris (NCA), dan International Justice Mission (IJM). Pada 2021, Kepolisian Nasional Belanda turut bergabung sebagai mitra strategis.
Dalam pemaparannya, PLTCOL Ayn E. Natuel selaku Assistant Chief ATIPD/TL PICACC mengungkapkan bahwa sejak pendiriannya, PICACC telah menangani 580 rujukan kasus, menggelar 310 operasi, menangkap 178 pelaku, serta berhasil menyelamatkan 823 korban eksploitasi seksual anak secara daring. Capaian ini menjadi tolok ukur keberhasilan pendekatan kolaboratif dalam penegakan hukum siber lintas negara.
Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah, menyampaikan apresiasi atas sambutan yang diberikan tuan rumah. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya membangun jejaring internasional dalam menghadapi bentuk kejahatan siber yang semakin kompleks dan menyasar kelompok rentan seperti anak-anak.
“Kegiatan ini bukan sekadar kunjungan kerja, tetapi menjadi tonggak penting dalam memperkuat sinergi lintas negara, membangun jejaring, serta saling belajar dari strategi dan sistem perlindungan anak yang dikembangkan oleh PICACC,” tegas Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah.
Ia juga memperkenalkan program unggulan Bareskrim Polri bertajuk “Rise and Speak: Berani Bicara, Selamatkan Sesama”, yang mendorong keberanian korban, saksi, dan masyarakat luas untuk melaporkan kasus kekerasan seksual dan eksploitasi anak. Menurutnya, Indonesia dan Filipina memiliki kemiripan sosial budaya yang membuat faktor risiko terjadinya kejahatan siber terhadap anak tidak jauh berbeda.
Sementara itu, PBGEN Maria Sheila T. Portento selaku Acting Chief WCPC mengungkapkan bahwa isu eksploitasi anak melampaui batas negara dan menjadi tantangan kemanusiaan bersama. Ia menekankan pentingnya kerja sama yang erat dan berkelanjutan antar negara, terutama di kawasan Asia Tenggara.
“Perlindungan anak adalah tanggung jawab kolektif. Kolaborasi ini menunjukkan komitmen bersama untuk membangun sistem respons yang lebih tangguh, integratif, dan berbasis hak anak,” ujar Portento.
Pertemuan ini ditutup dengan rencana penguatan kerja sama melalui pelatihan bersama, pertukaran data intelijen, dan peningkatan sistem perlindungan korban. Diharapkan, langkah konkret ini mampu meningkatkan efektivitas penanganan kejahatan seksual anak secara daring di kawasan regional maupun internasional.




