Berita

Polisi sebagai Guardian of Democracy, STIK Lemdiklat Polri Tegaskan Komitmen Pendidikan HAM bagi Aparatur Negara

JAKARTA – Dalam upaya memperkuat nilai-nilai demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) di kalangan aparatur negara, Kementerian Hukum dan HAM menggelar Seminar Pendidikan HAM bagi Aparatur Negara dengan menghadirkan Ketua STIK Lemdiklat Polri, Irjen Pol. Dr. Eko Rudi Sudarto, S.I.K., M.Si. sebagai narasumber utama. Mengusung tema “Polisi sebagai Guardian of Democracy,” kegiatan ini menjadi forum ilmiah untuk memperdalam pemahaman tentang peran strategis Polri dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas keamanan dan penghormatan terhadap hak-hak demokratis warga negara.

Dalam pemaparannya, Irjen Pol Eko Rudi Sudarto menekankan bahwa Polri memiliki posisi sentral sebagai penjaga demokrasi yang bertugas tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga memastikan bahwa setiap tindakan kepolisian tetap selaras dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan sosial. Menurutnya, aparat kepolisian harus mampu menjadi garda depan dalam menegakkan hukum dengan pendekatan yang berorientasi pada hak asasi manusia.

“Polri bukan hanya alat negara, tetapi pelindung dan pelayan masyarakat. Demokrasi hanya bisa tumbuh jika aparat penegak hukumnya memahami, menghormati, dan melindungi hak-hak warga negara,” ujar Irjen Eko dalam sesi penyampaian materi. Ia menegaskan bahwa dalam negara demokratis, stabilitas keamanan dan perlindungan HAM harus berjalan beriringan, bukan saling meniadakan.

Lebih lanjut, Ketua STIK menekankan bahwa transformasi Polri saat ini diarahkan pada peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan publik yang humanis. Upaya ini merupakan implementasi dari amanat UUD 1945, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta berbagai peraturan internal Polri yang mengusung semangat Democratic Policing.

Konsep Democratic Policing tersebut, jelasnya, menempatkan kepolisian sebagai institusi yang mengedepankan nilai kemanusiaan, menjunjung supremasi hukum, serta menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan tanggung jawab. Dengan paradigma baru ini, Polri diharapkan dapat lebih adaptif terhadap tuntutan masyarakat modern yang kritis dan berdaya.

Irjen Eko juga memaparkan tiga dimensi utama dalam transformasi Polri, yaitu perubahan di bidang kebijakan dan regulasi, operasional, serta kultur organisasi. Di tingkat kebijakan, Polri terus memperkuat dasar hukum dan pedoman etika yang menjamin transparansi. Sementara pada level operasional, berbagai inovasi seperti penerapan Body-Worn Camera (BWC), penguatan pengawasan independen, serta pelatihan HAM yang berkelanjutan menjadi langkah nyata untuk memastikan profesionalisme aparat di lapangan.

Selain itu, perubahan kultur organisasi juga menjadi prioritas penting. STIK Lemdiklat Polri terus mendorong peningkatan kesadaran etika dan integritas di seluruh jajaran kepolisian melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Langkah ini diharapkan mampu membentuk karakter personel Polri yang berkeadaban, empatik, dan dekat dengan masyarakat.

Melalui kegiatan seminar ini, STIK Lemdiklat Polri menegaskan komitmennya sebagai pusat keilmuan dan pembinaan akademik Polri yang aktif mendukung reformasi kelembagaan menuju kepolisian yang demokratis, berintegritas, serta berorientasi pada kepercayaan publik. Sinergi antara Polri dan aparatur negara lainnya menjadi kunci utama dalam membangun sistem penegakan hukum yang berkeadilan dan berlandaskan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Kegiatan ini sekaligus memperkuat pesan bahwa “Polisi sebagai Guardian of Democracy” bukan sekadar slogan, tetapi sebuah tanggung jawab moral dan profesional yang harus diwujudkan melalui tindakan nyata, reformasi berkelanjutan, dan pengabdian tulus untuk bangsa dan negara.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button