Divhumas Polri Hadirkan Eks Napiter Poso dalam FGD Kontra Radikal di Kabupaten Sigi

SIGI – Upaya Polri dalam memperkuat ketahanan ideologi bangsa kembali diwujudkan melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Program Kontra Radikal di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Kegiatan yang digelar oleh Divisi Humas Polri melalui Tim Subsatgas Banops Humas Polri ini menjadi bagian dari program prioritas Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. dalam menangkal penyebaran paham radikalisme di masyarakat.
FGD yang berlangsung di Aula Sarja Arya Racana Polres Sigi, Senin (13/10/2025), dibuka secara resmi oleh Wakapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Dr. Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf. Ia didampingi oleh Kabag Penum Divhumas Polri Kombes Pol Erdi A. Chaniago. Kegiatan ini dihadiri pula oleh Kabidhumas Polda Sulteng Kombes Pol Djoko Wienartono dan Kapolres Sigi AKBP Kari Amsah Ritonga, serta diikuti para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan perwakilan Forkopimda Kabupaten Sigi.
Yang menarik, FGD ini menghadirkan Ustadz Imron, mantan narapidana terorisme (napiter) asal Poso yang kini aktif sebagai Ketua Yayasan Lingkar Perdana Poso. Sosok Ustadz Imron dikenal luas karena peran pentingnya dalam program deradikalisasi dan pembinaan mantan napiter di Sulawesi Tengah. Dalam kesempatan ini, ia berbagi pengalaman hidupnya dalam sesi bertema “Habis Gelap Terbitlah Terang, Cahaya Kebangsaan.”
Dalam sambutannya, Brigjen Pol Helmi Kwarta menegaskan bahwa aktivitas kelompok teror di wilayah Gunung Biru, Poso, kini telah berakhir sepenuhnya. Namun, ia mengingatkan bahwa bahaya laten ideologi radikal tetap perlu diwaspadai agar tidak kembali mengakar di masyarakat.
“InsyaAllah, di Sulawesi Tengah sudah aman, tapi tanggung jawab kita bersama adalah menangkal paham dan ideologi radikalisme. Mari kita jaga kampung yang kita cintai ini. Siapa lagi yang akan menjaganya kalau bukan kita sendiri,” ujarnya disambut tepuk tangan para peserta.
Brigjen Helmi juga menekankan pentingnya menghapus stigma negatif bahwa terorisme identik dengan Islam. Menurutnya, terorisme adalah persoalan perilaku individu, bukan ajaran agama tertentu.
“Kita harus hilangkan pandangan bahwa terorisme itu identik dengan umat Islam. Semua yang menebar ketakutan dan kekerasan, itulah terorisme. Ini persoalan kemanusiaan, bukan agama,” tegasnya.
Sementara itu, Kombes Pol Erdi A. Chaniago menjelaskan bahwa program Kontra Radikal merupakan strategi Polri dalam membangun ketahanan ideologis masyarakat terhadap ancaman infiltrasi paham ekstremisme dan separatisme.
“Kontra radikal adalah upaya membangun ketahanan individu dan sosial agar masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh ideologi radikal yang kini banyak disebarkan melalui berbagai saluran, mulai dari media sosial hingga kegiatan sosial,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pencegahan paham radikal bukan hanya tanggung jawab Polri, tetapi juga seluruh elemen bangsa. Oleh karena itu, sinergi dengan tokoh agama, tokoh adat, dan pemuda menjadi langkah penting dalam menjaga kedamaian dan harmoni di wilayah Sulawesi Tengah.
“Kami berharap peserta FGD dapat menyimak materi dengan baik dan menyebarkan wawasan ini di lingkungan masing-masing. Pencegahan akan lebih kuat bila dilakukan dari akar rumput,” pesan Kombes Erdi.
Dalam sesi inspiratifnya, Ustadz Imron menceritakan perjalanan hidupnya dari masa kelam hingga menjadi bagian dari gerakan perdamaian. Ia mengaku bersyukur bisa diberikan kesempatan oleh Polri untuk berkontribusi dalam upaya deradikalisasi.
“Alhamdulillah, saya berterima kasih kepada Divisi Humas Polri yang telah memberikan kesempatan berbagi pengalaman. Semoga kisah ini menjadi pelajaran agar Indonesia terbebas dari paham radikalisme dan aksi terorisme,” tutupnya.
Melalui kegiatan FGD ini, Divhumas Polri menegaskan komitmennya untuk terus membangun kesadaran kolektif masyarakat bahwa terorisme adalah musuh bersama. Sinergi antara Polri, pemerintah daerah, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam menjaga Sulawesi Tengah yang damai, aman, dan terbebas dari radikalisme.




