Komisi Percepatan Reformasi Polri Gelar Audiensi, Serap Masukan Masyarakat Sipil untuk Penguatan Sistem Pengawasan

Jakarta — Komisi Percepatan Reformasi Polri menggelar audiensi bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil pada Selasa, 18 November 2025, bertempat di STIK-PTIK Lemdiklat Polri. Pertemuan tersebut menjadi momentum penting dalam proses reformasi kepolisian, karena membuka ruang dialog terbuka bagi masyarakat sipil untuk menyampaikan gagasan, kritik konstruktif, serta rekomendasi terkait penguatan pengawasan dan pembenahan sistem di tubuh Polri. Langkah ini dinilai sebagai wujud komitmen Polri dalam meningkatkan kualitas institusi agar lebih adaptif terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat.
Dalam forum tersebut, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG), Daniel Awigra, menekankan pentingnya penguatan sistem internal Polri sebagai fondasi dalam meningkatkan profesionalitas institusi. Ia menyebut bahwa pembenahan dalam proses rekrutmen, pendidikan, pelatihan, hingga meritokrasi harus menjadi fokus utama bagi Polri di masa depan. “Perbaikan dalam proses rekrutmen, pendidikan, pelatihan, dan meritokrasi merupakan bagian dari upaya bersama untuk memastikan kualitas pelayanan kepolisian semakin meningkat,” ujarnya. Daniel juga menilai keberadaan Kompolnas sebagai mitra pengawasan eksternal perlu terus diperkuat untuk menjaga akuntabilitas publik.
Senada dengan hal tersebut, perwakilan dari Centra Initiative, Dr. Al Araf, menilai bahwa tata kelola yang baik menjadi kunci dalam memperkuat kinerja Polri secara berkelanjutan. Menurutnya, sistem meritokrasi serta pengawasan yang lebih transparan akan menjadi motor penting dalam mendorong Polri menjalankan tugasnya secara optimal. “Meritokrasi dan pengawasan yang lebih transparan akan mendukung Polri dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara optimal,” jelasnya. Ia berharap sinergi antara Polri dan lembaga pengawas eksternal dapat semakin diperkuat melalui kebijakan yang konkret dan berkelanjutan.
Sementara itu, Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menyoroti sejumlah persoalan yang sering dikeluhkan masyarakat terkait pelayanan kepolisian. Ia menilai bahwa penanganan laporan masyarakat, kedisiplinan personel, dan mekanisme pengawasan internal membutuhkan perhatian serius agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan publik. “Ada beberapa hal seperti penanganan laporan masyarakat, persoalan kedisiplinan, dan mekanisme pengawasan yang memerlukan perhatian khusus untuk penyempurnaan ke depan,” tuturnya. Ia berharap masukan dari masyarakat sipil dapat memperkaya proses reformasi Polri agar lebih responsif terhadap kebutuhan publik.
Dukungan terhadap reformasi juga disampaikan Ketua Umum NEFA, Dodi Ilham. Ia memberikan penekanan pada penguatan sistem pembinaan personel sebagai bagian dari reformasi jangka panjang. Menurutnya, pembenahan rekrutmen, pendidikan, mutasi, serta mekanisme penghargaan dan sanksi harus berjalan seiring dengan penerapan prinsip keadilan dalam tubuh Polri. “Pembenahan pada aspek rekrutmen, pendidikan, mutasi, serta mekanisme penghargaan dan sanksi merupakan bagian dari proses panjang reformasi yang telah didorong sejak lama,” jelasnya. Ia juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan community policing sebagai sarana mempererat hubungan Polri dan masyarakat.
Aspek inklusivitas dan modernisasi turut menjadi perhatian dalam audiensi ini. Ketua Badan Pengurus LSAM, Sandrayati Moniaga, menyoroti perlunya Polri memperkuat penerapan gender mainstreaming serta pembaruan di bidang digital agar pelayanan publik semakin efektif dan adaptif terhadap perkembangan zaman. “Gender mainstreaming dan pembaruan di bidang digital penting untuk memperkuat kualitas pelayanan publik. Kami berharap seluruh proses reformasi dapat tetap berorientasi pada prinsip hak asasi manusia,” ujarnya. Ia menilai reformasi yang baik harus memiliki perspektif keberagaman dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Komisi Percepatan Reformasi Polri menyambut positif seluruh masukan yang disampaikan dalam audiensi tersebut. Pimpinan Komisi menyatakan bahwa seluruh rekomendasi dari masyarakat sipil akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi reformasi yang lebih komprehensif dan implementatif. Proses reformasi disebut tidak hanya bersifat internal, namun juga membutuhkan kolaborasi lintas sektor agar hasilnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Melalui audiensi ini, terbentuk sinergi antara masyarakat sipil dan institusi kepolisian untuk mewujudkan Polri yang semakin profesional, transparan, dan adaptif. Pertemuan tersebut juga menunjukkan bahwa reformasi tidak dapat berjalan sendiri, melainkan membutuhkan keterlibatan aktif dari berbagai pihak. Diharapkan, langkah-langkah strategis yang dirumuskan pasca-audiensi dapat mengakselerasi lahirnya Polri yang lebih modern, humanis, dan berorientasi pada pelayanan publik yang berkualitas.
Audiensi di STIK-PTIK ini menjadi bukti bahwa ruang dialog antara Polri dan masyarakat sipil semakin terbuka. Komitmen untuk mendengarkan dan menerima kritik konstruktif menjadi sinyal positif bagi keberlanjutan reformasi kepolisian. Ke depan, publik berharap proses reformasi ini tidak hanya berhenti pada diskusi, tetapi benar-benar diwujudkan dalam kebijakan nyata yang memberikan dampak langsung bagi masyarakat luas.







