Bareskrim Polri Ungkap Kasus Tragis Penelantaran dan Kekerasan Berat Anak di Jakarta Selatan

Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA & PPO) Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus memilukan penelantaran dan kekerasan berat terhadap seorang anak perempuan berusia 9 tahun berinisial AMK. Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan pada Rabu dini hari (11/6/2025) di depan sebuah kios di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Saat ditemukan, AMK terbaring lemah di atas kardus dengan tubuh penuh luka dan tanda-tanda malnutrisi. Wajahnya mengalami luka bakar, tangannya patah, tubuh penuh memar, dan kondisinya sangat memprihatinkan. Petugas yang menerima laporan segera mengevakuasi korban ke RS Polri Kramat Jati untuk mendapatkan perawatan medis darurat.
Kasubdit II Dittipid PPA & PPO Bareskrim Polri langsung memimpin penyelidikan dengan prinsip utama: memastikan korban tidak hanya memperoleh keadilan hukum, tetapi juga perlindungan dan pemulihan menyeluruh. Selain perawatan medis intensif, korban kini mendapat pendampingan psikologis serta pengasuhan sementara di bawah pengawasan Dinas Sosial dan UPTD PPA.
Dalam pemeriksaan yang didampingi pekerja sosial, AMK mengungkapkan secara polos bahwa dirinya kerap mengalami penyiksaan dari EF alias YA (40), sosok yang dipanggilnya “Ayah Juna”. Korban menyebut sering dipukul, ditendang, dibanting, hingga disiram bensin dan dibakar di sawah. Lebih jauh, EF bahkan membacok korban dengan golok dan menyiram tubuhnya dengan air panas.
Tak hanya EF, ibu kandung korban berinisial SNK (42) juga ikut berperan dalam kasus ini. SNK diduga mengetahui penyiksaan tersebut dan bahkan setuju meninggalkan anaknya di Jakarta. Dengan lirih, korban berkata, “Aku tidak mau bertemu Ayah Juna, aku mau dia dikubur dan dikasih kembang.” Kesaksian AMK diperkuat oleh saudara kembarnya, SF, yang menjadi saksi kunci dalam kasus ini.
Direktur Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Dr. Nurul Azizah, menegaskan kedua pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. “Kami sangat prihatin atas penderitaan yang dialami korban. Ini adalah bentuk kekerasan yang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan. Polri akan memproses kasus ini secara tegas tanpa kompromi terhadap para pelaku,” ujar Brigjen Nurul dalam konferensi pers, Selasa (10/9/2025).
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 76B jo 77B dan Pasal 76C jo 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 8 tahun dan denda hingga Rp100 juta. Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan alat bukti yang kuat, termasuk keterangan saksi, hasil visum, keterangan ahli, serta barang bukti lainnya.
Brigjen Nurul menegaskan, kasus ini menjadi peringatan keras bahwa kekerasan terhadap anak sering terjadi di lingkungan terdekat, bahkan di rumah sendiri. “Ruang keluarga seharusnya menjadi tempat paling aman bagi seorang anak. Kami mengajak masyarakat untuk lebih peduli, lebih peka, dan berani melapor bila melihat atau mendengar dugaan kekerasan terhadap anak. Perlindungan anak bukan hanya tugas Polri, tetapi tanggung jawab kita semua,” tegasnya.
Sebagai langkah pencegahan, Polri juga membagikan sejumlah tips kepada masyarakat, mulai dari kepekaan terhadap tanda-tanda kekerasan pada anak, memberikan ruang aman bagi anak untuk bersuara, hingga segera melapor ke Unit PPA Polri, UPTD PPA setempat, atau layanan darurat seperti 110, SAPA KemenPPPA 129, dan Tepsa Kemensos 1500771. Polri juga mendorong pembentukan komunitas peduli anak di sekolah, lingkungan RT/RW, hingga masyarakat luas.
Melalui pengungkapan kasus ini, Polri menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat perlindungan terhadap anak-anak, bersinergi dengan masyarakat, lembaga sosial, dan pemerintah daerah. Upaya kolektif dinilai menjadi kunci untuk memastikan anak-anak Indonesia tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan terbebas dari segala bentuk kekerasan.




